May 28, 2009

28 Mei 2006

27 Mei 2006
Ranjang tempat ku terlelap bergoncang keras. Aku terpental dari tempat tidurku. Dengan kesadaran yang baru ngumpul, aku segera keluar kamar, menuju tangga darurat, dan langsung menapakinya. Empat lantai tidak terasa. Sesampai di halaman hotel, orang orang sudah banyak disana. Wajah mereka pucat, bengong, cemas beraduk menjadi satu. Pasti wajahku seperti mereka juga.
Gempa!! Gempa besar terjadi. Gempa terbesar yang pernah aku rasakan sendiri.
Sesaat kemudian beredar kabar, Jogja luluh lantak!! Pusat gempa di selatan Jogja.

Ups..berkaca kaca neh ...

Oh ... My God!!
Aku sekarang di Solo. Kurang lebih 60 km dari Jogja. Disini saja terasa sangat keras mengguncang, bagaimana di sana. Bagaimana Ibu? Bagaimana Mas & Mbak? Bagaimana Pakdhe & Budhe... sahabat-sahabat!! Orang orang yang aku cintai, bagaimana kalian?
Segera aku coba kontak Ibu. Tidak nyambung-nyambung juga. Tulalit, nada sibuk, dan suara mbak Veronica bergantian menyahut call-ku.
SMS not delivered.
Setelah kurang lebih 1 jam masuk SMS dari Mas Edo. ”Kami baik-baik saja, Ibu ada di sini”
Plong... lega luar biasa mendengar mereka selamat semua. Puji Tuhan.
Namun kecemasan tetap saja menghantui. Jogja. Kota kelahiranku. Kota tempat aku tumbuh dan berkembang. Sahabat, guru, saudara, teman kerja banyak yang di sana. Bagaimana mereka?

Sore sekitar jam 15.00 aku bisa menghubungi Mas. ”Semua baik-baik saja. Rumah hanya genteng saja yang melorot dan retak dinding dapur semakin lebar saja. Ibu sehat-sehat. Tidak usah pulang. Malah ngrepoti kamu. Kami baik-baik saja. Dah, kamu tenang saja. Tidak usah panik. Oh ya... HP kami lowbat, kalo tidak bisa kontak tidak usah bingung. Listrik padam. Kami tidak bisa nge-charge
Dalam hati aku ngeyel, kondisi seperti gini tidak boleh pulang. Disuruh tenang lagi. Mana bisa? Memang sifat Bapak yang satu ini mau tidak mau menurun ke kami juga. Tidak mau ngerpoti orang lain.

Hari itu aku dinas di Solo dengan gundah. Teman-teman se-project juga resah.

28 Mei 2006 – tepat 3 tahun lalu.
Aku bersama teman-teman se-project bergerak ke Jogja. RS. Bethesda. Mencoba memberi apa yang kami bisa.
Bus yang kami tumpangi melintasi Klaten. Sepanjang jalan kami hanya bisa mlongo. Hening. Termangu. Menatap kosong pada puing-puing bangunan. Reruntuhan bangunan itu meruntuhkan kesombonganku juga. Hanya debulah aku di alas kaki-Mu.

Sesampainya di RS Bethesda, hatiku makin terkoyak. Lahan parkir dijadikan tempat perawatan sementara. Gang-gang rumah sakit penuh dengan pasien. Rintih kesakitan menjadi senandung yang melantun membawa kepedihan.
Apa yang kami bisa? Kami tidak punya kemampuan apa-apa untuk menolong. Bahan makan dan selimut sudah kami serahkan. So...
Eit... tunggu dulu. Temen temen se-project kuat kuat. Lha wong atlet basket nge-top semua mereka. Dengan tenaga yang ada kami menjadi ”kuli”. Menggotong korban yang datang, maupun memindahkan beberapa korban untuk pemeriksaan lebih lanjut. Sekedar memegang kantong infus pun tak apa lah.
Juga donor darah. Tuhan ini darah milikMu juga, pakailah untuk menolong mereka.

Berikut sejumlah dokumentasi yang sempat terekam. Nah.. kalo ini dokumentasi bukan aku yang ambil. Tapi rekan kerja yang lain. Aku upload di sini yan Mas DnK







May – 2008, 2 tahun setelah gempa.

Aku mendengar percakapan tetangga salah satu keluarga yang tinggal di Pundong, Bantul. Salah satu tempat paling parah akibat gempa 5.9 richter tahun 2006.

”Untung lho awake dhewe iki. Pancen okeh sing dadi korban. Pancen okeh sing tilar. Omah-omah dha ambruk. Ning sing dipendhet Gusti dudu panguripane dhewe. Ra kaya Lapindo. Sawah sawah dha klelep. Matine rak alon-alon to kuwi”
(Beruntung kita ini. Memang banyak yang jadi korban. Memang banyak yang meninggal. Rumah-rumah roboh. Tapi yang diambil Tuhan bukan penghidupan kita. Tidak seperti Lapindo. Banyak sawah tenggelam. Meninggalnya kan pelan-pelan)

Uh... kepasrahan dan rasa syukur yang luar biasa. Penyerahan diri yang membuat mereka, para korban, mampu bertahan dan mulai bergerak lagi untuk bangkit. Luar Biasa!!!

By the way, jangan lupa dengan Lapindo ya. Kasusnya belum tuntas lho...
Gempa Jogja & Lumpur Lapindo, dua bencana yang hampir bersamaan terjadi.
SBY Berbudi, JK-Wira- Mega-Prabowo... ingat Lapindo lho... mereka tercabut dari penghidupan mereka.


Pare Pare, May 09

16 comments:

  1. udah 3 tahun ya...
    waktu dipekalongan juga terasa banget gempanya..
    sedih juga tuh bro, kalo inget itu..secara 2 saudara tercinta'ku dan keponakan tersayang berada disana, dan H+1 akhirnya bisa aku evakuasi dari jogja..

    ReplyDelete
  2. Mm...seorang teman blogger yang sekarang menetap di Sydney juga pernah membukukan kisah ini bang. Sedih memang. Banyak kasus yang belum selesai.
    Tak terasa sudah 3 tahun ya?

    Moment foto itu berkata sejujurnya, kekalutan, ketakutan, dan kepasrahan pada saat itu.
    Semoga Tuhan YME selalu melindungi kita dan orang orang yang kita kasihi ya bang.



    Psssttt..
    Salam kenal ya :)
    Boleh kan besok besok berkunjung kesini lagi ?

    ReplyDelete
  3. HHmm ...
    Uda Vizon di ...
    http://surauinyiak.wordpress.com/2009/05/27/untuk-dikenang/

    Juga menulis hal yang sama...

    Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari cobaan ini ...

    Salam saya

    ReplyDelete
  4. Saya dulu tinggal di Jogja..
    gak perlu ada di sana, hati ini terasa perih negitu tahu soal gempa ini...
    Yang Maha Kuasa punya cara sendiri menyentil kita untuk selalu mengingatNYA... hiks...

    ReplyDelete
  5. @yessy muchtar:
    silakan mampir, dengan senang hati saya terima
    btw beberapa kali aku udah ngintip rumahnya mbah Yessy lho... tp emang blm meninggalkan jejak

    ya memang ada beberapa buku mengenai seputar gempa jogja, salah satunya ditulis teman kantor, kenangan atas istri & janin yang dikandungnya...

    ReplyDelete
  6. @ afdhal:
    yang penting semua selamat bro...

    ReplyDelete
  7. @ NH 18:
    benar om trainer, hikmahnya yg perlu kita pelajari.

    yang saya rasakan: semangat berbagi umumnya kok hanya mencuat ketika ada bencana ya... slama ini terkubur dmana? apakah harus dipancing dengan bencana agar kesediaan untuk sharing itu muncul??

    ReplyDelete
  8. @ NH 18:
    benar om trainer, hikmahnya yg perlu kita pelajari.

    yang saya rasakan: semangat berbagi umumnya kok hanya mencuat ketika ada bencana ya... slama ini terkubur dmana? apakah harus dipancing dengan bencana agar kesediaan untuk sharing itu muncul??

    ReplyDelete
  9. @ cerita eka:
    smoga slalu eling lan waspada

    ReplyDelete
  10. jogya dan gempa
    semoga ngga ada lagi ya

    ReplyDelete
  11. aku terharu dengan ungkapan kamu yang :
    Hanya debulah aku di alas kaki-Mu.

    Jadi bersenandung deh....

    Aduh wkt baca temanmu ada yang kehilangan istri+janin ...ngga bisa ngebayangin deh. Bagaimana dia sekarang? Tidak akan ada kesembuhan untuk luka batin semacam itu, but I hope he will overcome.

    EM

    ReplyDelete
  12. @ EM:
    emang diambil dari lagu sih...

    he's OK. His first daugter need a mom, so he has married.

    ReplyDelete
  13. kejadian itu memang menyedihkan dan menyesakkan dada...

    tapi, kejadian tinggallah kejadian, tak kan ada maknanya bila hanya sebagai tangisan. harus ada hikmah yg bisa dipetik, oleh kita sebagai individu dan oleh pemerintah sebagai pengendali negeri ini...

    thanks bro, sudah merawikan kembali kisah ini, sorry baru sempat mampir sekarang... :)

    nice to know u

    ReplyDelete
  14. @ uda vison:
    salam kenal, terima kasih udah mampir.

    benar uda... kita harus belajar

    ReplyDelete
  15. Kejadiannya saja sudah sangat menyesak dada, ditambah dengan rangkaian kalimat dari Bro Neo yang sangat cantik dan dari hati... Tidak bisa tidak, tulisan ini sangat sanggup memancing air mata dari setiap yang membaca...

    Thanks Bro!
    Untuk menghadirkan sebuah cerita yang membuatku ingat kembali betapa memang aku hanya seorang manusia...

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.